Rasa
syukur yang pertama ingin saya haturkan kepada sang Maha kasih yaitu Allah SWT,
karena berkat kemurahan hati-Nya saya diizinkan untuk bisa mengenal walau tak pernah
sekalipun bertatap muka langsung dengan penulisnya, yang ilmunya hanya bisa
saya ambil disetiap lembar bait-baitnya, yang tersimpan berjuta hikmah dari
sosok Azhar Nurun Ala.
Karya kak Azhar yang pertama kali saya baca adalah Tuhan
Maha Romantis, sejalan dengan judulnya, beliau begitu romantis menyusun setiap
kata per kata yang berhasil membius mata dan hati saya untuk tidak pernah
berhenti memuji kepiawaianya dalam menulis. Dan karya kedua yang saya dapatkan
kali ini adalah Mahar untuk Maharani, sama halnya dengan Tuhan Maha Romantis,
ketika pertama kali mendengar kabar bahwa kak Azhar akan merilis buku
bertemakan tentang pernikahan, saya langsung berniat untuk mengumpulkan sedikit
uang saku saya untuk kembali mengoleksi karya terbaru beliau.
Berbeda
dengan Tuhan Maha Romantis, di serial terbaru kak Azhar kali ini saya
memilih untuk membeli langsung dari penulisnya lewat bantuan admin Azharologia.
Pertama kali saya mendapat cp Azharologia ketika melihat storygram kak Azhar, kebetulan di bulan Februari lalu ada promo
paket hemat, dengan membeli dua buku kak Azhar hanya dikenai biaya Rp. 99.000
saja. Awalnya saya ragu untuk memesan lewat online
shop, karena ini merupakan pengalaman pertama saya memesan buku via online,
apalagi marak yang namanya penipuan, dan beberapa agen penjualan yang tidak
bertanggung jawab, kemudian saya juga harus memperhitungkan biaya pembelian
buku tersebut, mengingat saya berada jauh dari orangtua maka harus benar-benar
jeli dan tidak gegabah dalam mengelurkan uang. Terlebih Ibu saya adalah single parent sekaligus single fighter, membuat saya harus
berfikir berulang kali untuk memutuskan membeli atau tidak.
Mungkin
ini yang disebut rencana Allah, pada bulan lalu alhamdulillah Allah memberi
saya banyak nikmat, mulai dari saya ditawari kembali untuk mengajar les baca
Qur’an anak-anak di dekat kos saya, kemudian ada salah seorang saudara yang
memberi saya uang saku dengan jumlah yang saya rasa lebih dari cukup. Saya
sempat bingung, bagaimana saya memanfaatkan uang tersebut. Akhirnya saya memutuskan untuk
menginfaqkan sebagian uang tersebut kepada beberapa orang yang membutuhkan, sisanya
saya tabung dan sebagian lagi untuk kebutuhan saya sebagai anak rantau yang
jauh dari orangtua. Selain untuk makan sehari-hari, saya bulatkan tekat saya
untuk melakukan order buku kak Azhar
yang berjudul Mahar untuk Maharani dan satu buah koleksi lagi yaitu
kolaborasi kak Azhar dengan sang istri kak Vidia Nuarista yang berjudul Pertanyaan
tentang Kedatangan. Karena kebetulan beberapa minggu yang lalu saya
sedang risau karena harus segera melakukan penelitian, sedangkan masih belum
cukup ide yang saya dapatkan untuk menyusun proposal. Teringat pesan dari salah
seorang dosen saya, “Jika kita ingin
mendapatkan inspirasi dan memperoleh banyak ide, bacalah buku”. Sehingga
motivasi dari dosen saya tersebut yang membulatkan tekad saya untuk segera
melakukan transaksi. Meskipun bukan buku tentang teori atau materi perkuliahan,
barangkali setelah membaca dua buah karya kak Azhar, akan muncul berbagai ide
sehingga menstimulus saya untuk bisa segera menyusun tesis. Karena menurut saya ide dan inspirasi bisa
datang beriringan dari mana saja, salah satunya dengan membaca.
Transaksi
antara saya dengan pihak admin Azharologia berjalan lancar, dengan ramahnya
admin azharologia menjawab satu demi satu pertanyaan saya tentang teknis
pemesanan buku kak Azhar. Selang satu hari sebelum batas akhir promo
berlangsung, saya segera menuju ke atm terdekat untuk melakukan transfer, dan semua masih berjalan
lancar. Ketika saya masih berada di depan atm, waktu itu juga saya langsung
mengirim bukti pembayaran melalui rekening pribadi saya kepada admin, ia
mengucapkan terima kasih dan disertai permohonan maaf karena ternyata biaya
ongkos kirim yang diberitahukan admin salah. Yang membuat saya terkejut bukan
karena ongkirnya yang terlalu mahal, yaitu kebaikan hati sang admin yang
kemudian dengan tegas akan segera mengembalikan kelebihan uang yang sudah saya
transfer. Karena memang dari awal saya sudah ikhlaskan sebagian uang saya untuk
sesuatu yang saya rasa berfaedah, yaitu mendapatkan ilmu dengan membaca. Saya
menyadari, di dunia ini untuk mendapatkan sesuatu tidak ada yang cuma-cuma,
harus disertai usaha dan pengorbanan untuk mendapatkanya. “Beli pulsa sama
kuota tiap hari aja sanggup, masak beli buku yang manfaatnya luar biasa ngerasa
ga mampu” batin saya.
Setelah
proses pemesanan dan transaksi sudah clear,
kini waktunya detik-detik yang dipenuhi perasaan senang, was-was, nervous menyelimuti hari-hari saya.
Terhitung sekitar 5 hari saya menunggu buku tersebut, sembari berdoa semoga
bapak, mas atau mba dari pihak agen pengiriman diberi kesehatan dan keselamatan
selama perjalanan dari Depok menuju Yogyakarta, dan satu lagi harapan saya
semoga tidak nyasar alias tersesat dalam menemukan alamat kos
saya.
Rabu,
28 Februari 2018 adalah hari yang tidak akan pernah saya lupakan dalam sejarah hidup
saya. Untuk pertama kalinya, saya berhasil melakukan transaksi pembelian via online. Paketan buku tersebut mendarat
di kos saya tepat pada pukul 11.13 WIB dengan kondisi aman dan sehat wal afiat.
Tidak berhenti saya mengucap rasa syukur kepada illahi Rabbi Allah SWT,
skenario Allah yang bermula dari postingan instagram
kak Azhar, ketika saya butuh bacaan, hingga saya diberi rizki dan uang yang
cukup untuk membeli dua buah karya kak Azhar dan sang Istri. “Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan”.
Ketika
saya membuka isi paketan yang waktu itu masih terbungkus rapi dibalik balutan
kertas berwarna coklat, saya merasa gemetaran dan senangnya minta ampun. Saya
masih belum percaya, dua buah buku yang selama ini hanya dapat saya pandangi
melalui layar telepon genggam, kali ini berada di tangan saya lengkap dengan tanda tangan dari sang penulis.
Dengan sumringah, saya membuka pelan-pelan bungkusan tersebut, dan sesuai perkiraan saya keduanya masih terlihat rapi, original
dan tanpa adanya cacat sedikitpun.
Ketika
pertama kali melihat bagian sampulnya, saya merasa “seperti inikah rasanya
jatuh cinta pada pandangan pertama”. Belum sempat saya membaca halaman pertama,
saya sudah langsung jatuh cinta pada tampilan covernya. Untuk ukuran novel,
covernya cukup simple namun saya
mampu menangkap filosofi dibalik design dari cover tersebut. Design covernya
sendiri bertemakan sebuah pemandangan, dengan latar ilalang, diselimuti awan putih dengan balutan warna biru tosca. Sungguh pemandangan yang indah, dan siapapun yang melihat pasti akan langsung jatuh cinta ketika pertama kali
melihat walau belum sempat membaca.
Kedua dari sisi judulnya “Mahar untuk Maharani”. Dalam benak
saya tergambar sebuah kisah tentang seorang gadis yang bernama Maharani, bukan
seorang gadis atau perempuan biasa karena untuk memberikan mahar pada sosok
Maharani sepertinya bukan hal yang dianggap sepele. Saya membayangkan bahwa
sosok lelaki yang mendamba Maharani, butuh perjuangan untuk bisa meminangnya.
Dibagian belakang cover tertulis sepenggal kalimat “Kisah cinta seorang sarjana
yang memilih hidup sebagai petani”. Dari situ rasa penasaran saya semakin
membuncah, tidak sabar untuk segera membaca sambil menerka-nerka, mahar seperti
apa yang akan diberikan oleh sosok lelaki yang memperjuangkan cintanya untuk
Maharani dengan memilih menjadi petani. Sebuah profesi yang dalam budaya
masyarakat Indonesia masih sering dipandang sebelah mata.
Cerita
bermula ketika penulis menggambarkan sosok Salman, seorang pemuda yang sedang
mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia. Ia mengagumi sosok Maharani yang
merupakan sahabatnya dari kecil. Maharani sendiri digambarkan sebagai seorang
gadis yang sempurna, lulusan dari Mesir, dengan paras cantik, berkepribadian
baik, berakhlak mulia dan berasal dari keluarga yang taat agama.
Setiap
halaman dalam isi novel ini sangat mengundang beribu rasa disertai sebuah pertanyaan,
tentang bagaimana sosok Salman yang tak kunjung mendapat gelar sarjana, harus
segera membuktikan cintanya kepada Maharani. Bukan dengan sekuntum bunga mawar
atau secarik puisi nan syahdu, namun lebih pada janji dalam hati untuk menjaga serta
membahagiakan seseorang yang kelak akan menjadi teman hidup suka maupun
dukanya. Perjuangan cintanya tidak hanya sampai di situ saja, ia harus
berhadapan langsung dengan seorang Dimas yang tidak lain merupakan teman masa
kecilnya. Dia tidak rela gadis se mulia Maharani jatuh dipelukkan Dimas, yang
sudah lama ia kenal sebagai seseorang yang gemar bergonta-ganti pasangan. Belum
lagi dengan sosok Pak Umar, beliau merupakan Ayah dari Maharani yang sangat
memimpikan putrinya dipersunting oleh seorang lelaki bertanggung jawab dengan
gelar dan jabatan yang menjanjikan. Sayang, kriteria itu belum mampu disandang
oleh Salman.
Butuh
kata untuk mengungkapkan cinta, itu lah yang diharapkan dari sosok Maharani
yang ternyata diam-diam juga menaruh hati kepada Salman. Mengharap kepastian,
bukan sekedar harapan. Namun sosok Salman yang agamis, tidak mudah untuk
sekedar mengatakan “cinta atau pun rindu”, sebuah kata yang teramat sangat
dinantikan oleh Maharani. Memang butuh waktu bagi Salman untuk mengutarakan
niatnya meminang Maharani. Dari situlah kedua insan ini saling memendam rindu
dan sama-sama berjuang. “Satu akan berjuang dan yang lainnya akan
menunggu. Meski sebenarnya, bagi perempuan menunggu juga merupakan satu bentuk
perjuangan”. (Azhar, Mahar untuk Maharani : 97)
Hari demi hari dilalui Maharani dengan
penantian penuh harap dan cemas, terlebih semenjak Salman kembali ke Jakarta
untuk menyelesaikan kuliahnya, semakin jarang mereka berkabar. Sesekali Maharani
yang mencoba mengirim pesan terlebih dahulu, namun tak ada balasan ataupun
sekedar kata “Hai ..” dari Salman. Pak Umar semakin gelisah melihat belum
nampak iktikad baik dari Salman untuk segera melamar Maharani. Dan pada
akhirnya datanglah sosok Ajran yang merupakan teman SMA Salman.
Ajran
merupakan sosok lain yang datang di kehidupan Salman sebagai malaikat penolong
sekaligus malapetaka. Ketika Salman akhirnya lulus sebagai sarjana Biologi,
Ajran lah yang menyelamatkan hidupnya dari kesengsaraan. Ajran digambarkan
sebagai sosok tauladan bagi para petani, dia adalah petani sukses yang
memberikan pekerjaan kepada Salman. Pertemuanya dengan Salman kala itu, menjadi
jembatan penghubung yang mempertemukanya dengan sosok Maharani. Begitulah akhir
cerita di serial pertama Mahar untuk Maharani , sebuah istana
cinta yang diimpikan Salman dengan mempersunting Maharani sebagai sang
permaisuri, harus tertunda sesaat.
Novel
ini adalah salah satu karya yang wajib dibaca bagi mereka yang sedang menanti
jawaban dari doa-doa para peminta jodoh, sebuah bacaan yang menginspirasi
kawula muda untuk tidak merayakan cinta sebelum akad tercipta. Jujur ketika
menutup halaman terkahir novel tersebut, ribuan pertanyaan menggema disertai
penyesalan. Menyesal karena terasa begitu cepat menyudahi kisah Salman &
Maharani. Untuk menggambarkan novel ini, saya perlu meminjam kata-kata mutiara
dari Salim A. Fillah dalam bukunya yang berjudul ‘Jalan Cinta Para Pejuang’:
“Jika kita menghijrahkan cinta, dari kata
benda menjadi kata kerja, maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam
paragraf sejarah. Jika kita menghijrahkan cinta, dari jatuh cinta menuju bangun
cinta, maka cinta menjadi sebuah istana tinggi menggapai surga”.
Semoga
di episode selanjutnya, akan ada akhir bahagia untuk keduanya...Mahar dari Salman untuk sang Maharani ^_^
Salam kenal, Nadia. Saya terharu sekali membaca tulisan ini. Terima kasih sudah menjadi bagian dari #PembacaMaharani, dengan segala perjuangan yang Nadia ceritakan. Dulu juga saya sampai ikut berbagai jenis lomba menulis hanya untuk dapat hadiah buku. #curhat :')
BalasHapusTerima kasih juga sudah ikut menulis kesan. Semoga bukunya bukan hanya bermanfaat buat Nadia, tapi juga orang-orang di sekitar Nadia. Terakhir, semoga satu hari nanti Allah kasih kesempatan kita untuk ketemu. :))
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam 😊 salam kenal kembali kak Azhar, terima kasih sudah sudi membaca tulisan saya yg jika dibandingkan dengan tulisan kak azhar, masih jauh dari kata sempurna, bahkan tidak layak untuk dibandingkan sedikit pun hihi 😆 tapi saya ttp bersyukur, berkat membaca beberapa karya kak azhar saya kembali tergerak untuk menulis. Karena sebelumnya, blog ini sempat vakum hampir 4 tahun, baru beberapa pekan yg lalu saya kembali memposting tulisan saya. Jika kak azhar berkenan, silahkan baca puisi saya tentang ayah yang berjudul "Surga yang Kurindukan", boleh sekalian kasih kritik dan masukan kak 😊
BalasHapusSebenarnya soal hadiah saya tidak terlalu berambisi, InSyaaAllah saya ikhlas dan tulus mengikuti undangan #mengulasmaharani karena ingin kembali menulis. 😊
Dan sekali lagi terima kasih karena kak azhar sudah banyak menginspirasi saya, semoga suatu saat saya bisa menjadi seperti kakak, punya buku sendiri.. hihi aamiin 😊
Yang terakhir soal perjumpaan saya amini ya kak.. nanti sekalian ajak kak vidia sama dik salman yaa 😊 semoga keluarga kakak selalu dipenuhi kebahagiaan dan rasa cinta yg hanya tertuju pada Allah SWT. Sehat terus kak azhar dan keluarga. Aamiin ya mujibas saailiin 😊
Fii amanillah wa barakallahu fiikum 😊😊